Foto : Polresta Medan. (dok/ist) |
Medan, JejakSiber.com - Pihak keluarga Doris Fenita Br. Marpaung mulai angkat bicara terkait pemberitaan di beberapa media online mengenai ditetapkannya Doris Fenita Br. Marpaung sebagai DPO.
Menurut keterangan dari kuasa hukum pihak keluarga Doris Br. Marpaung mengaku belum pernah menerima surat keterangan DPO dari Kepolisian Polsek Medan Area.
"Bukti bukti dan saksi yang dihadirkan pihak pelapor ke Kepolisian diduga ada di rekayasa," ujar Kuasa Hukum pihak keluarga Doris Br. Marpaung.
Pihak keluarga Doris melalui Kuasa Hukumnya menyebutkan akan meminta copyan asli rekaman video CCTV yang di jadikan alat bukti di Kepolisian dan akan dibuka terang nantinya di Pengadilan sebagai alat bukti.
Menurut keterangan Doris dan Riris Partahi Br. Marpaung, "Awal mula saya hanya berkunjung ke rumah duka untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum Leli dan meminta agar almarhum disemayamkan dirumah almarhum Leli sendiri," katanya.
Lebih lanjut kata Riris Partahi Br. Marpaung, ER yang dirasa masih anak anak terlalu mencampuri urusan orang tua dengan nada tidak sopan dan menunjukkan jari ke arah muka R. Elina Nababan yang dinilai berbeda jauh usia lebih tua darinya.
"Lantas saya tegur dan mengatakan jangan ikut campur ini urusan orang tua, dengan gaya lantangnya, ER lari dari dalam rumah langsung menyerang saya," pungkasnya.
"Padahal yang pertama sekali menyerang saya adalah ER, kemudian ER dibantu oleh NB dan ARY. Saya di pegang mereka dan terus dijambak dan dipukuli, lantas untuk membela diri maka saya melakukan perlawanan. Semua itu ada di rekaman CCTV yang aslinya, bukan yang sudah diedit mereka," jelasnya Doris.
"Diduga rekaman CCTV tersebut sudah di edit atau dipotong potong pihak mereka sehingga terlihat kalau saya lah yang menyerang ER," tegasnya lagi.
Masih dalam keterangan yang sama, Jaksa Penuntut Umum mengatakan dalam dakwaannya kalau ER saya seret keluar dari halaman rumah dan di hempaskan ke aspal.
Menurut saya itu adalah suatu kebohongan atau pernyataan palsu yang tidak benar, yang diberikan pihak ER kepada pihak Kepolisian, sehingga memunculkan opini kalau dia yang teraniaya.
Kebenaran nya adalah pada saat saya dijambak dan ditarik baju saya dan kakak saya Riris sampai koyak sehingga terbuka dan kelihatan bra dari kakak saya Riris dan mereka memukuli kami maka terjadilah pergumulan pada saat itu.
Karena ER badannya yang paling kecil ia terjatuh ke aspal akibat dari pergumulan yang terjadi karena saya membela diri pada saat saya dikeroyok mereka bertiga," terang Doris.
Diharapkan kejaksaan bisa menghadirkan rekaman CCTV aslinya yang sudah ada uji forensik melalui Cybercrime Polda Sumatera Utara.
Jika ada dengan sengaja menghilangkan barang bukti berupa rekaman CCTV asli atau barang bukti suatu perkara pidana maka dapat di kenakan pasal 221 ayat (1) KUHP.
Jika barang bukti berupa alat elektronik atau digital dapat juga dikenakan Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) UU No.11 Tahun 2008 jo. No.19 Tahun 2016 jo. No.1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pihak keluarga juga mengatakan keberatan dengan pemberitaan di media online dan tik tok serta di Instagram yang tersebar mengenai status ibu Doris Fenita br . Marpaung sebagai DPO.
Dengan niat dan sengaja mereka menyebarkan berita bohong atau hoax sehingga menjurus kearah fitnah kalau saya masih sebagai DPO sehingga menyerang pribadi dan nama baik saya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil.
Pernyataan itu mereka unggah melalui media online, Instagram, Facebook, dan tiktok.
Dengan pemberitaan miring terhadap diri saya yang tanpa konfirmasi sebelumnya maka saya akan mengambil tindakan hukum yang tegas," jelas Doris.
Saya akan meminta kepada Kuasa Hukum akan segera somasi dan melaporkan ke dewan Pers buat media online yang memberitakan tanpa konfirmasi terlebih dahulu," tegas Doris Fenita Br. Marpaung.
Ditempat terpisah, Kuasa Hukum Doris Fenita Br. Marpaung, Thamrin Marpaung, S.H. dikonfirmasi awak media, menjelaskan bahwa Dakwaan jaksa penuntut itu sah sah saja, tetapi semua harus ada pembuktian terlebih dahulu.
Kita akan meminta kepada Jaksa untuk menghadirkan bukti yang akurat sesuai dengan bukti forensik yang ada," hardiknya.
Kuasa Hukum juga meminta kepada pihak kepolisian Polrestabes Medan agar segera menetapkan status tersangka terhadap ER, NB, ARY karena sudah 2 kali panggilan sebagai saksi tidak dihadiri dan dianggap tidak kooperatif.
Jika terlapor dalam kasus pidana tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali, maka penyidik akan melakukan penjemputan paksa. Penjemputan paksa ini diatur dalam Pasal 112 ayat 2 KUHP .
Sebelumya ER bersama NB dan ARY sudah dilaporkan ke Polrestabes Medan dengan Nomor : STTLP/B/3739/XI/2023/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMUT. dengan dugaan pasal 351 Jo 170 .
Sebagai terlapor Erika Br. Siringoringo, Nurintan Br. Nababan dan Airini Ruth Yuni Br. Siringoringo Pada tanggal 10 November 2023, dan sampai sekarang belum ditetapkan status nya.
Laporan ini sudah berjalan ditempat selama setahun lebih, sampai sekarang belum ada peningkatan status terhadap pelapor," tambahnya.
Mengenai penyebaran berita bohong atau hoax sehingga menjurus kearah fitnah akan kita laporan kan dengan pasal 311 KUHP dan pasal 27 UU ITE.
"Untuk itu diminta kepada aparat penegak hukum agar bisa memandang persoalan ini menjadi atensi utama. Karena setiap warga negara berhak mendapatkan kesetaraan dan keadilan hukum yang sama didalam Negara kesatuan Republik Indonesia. Dan segera menetapkan atau menaikkan status laporan dari saksi menjadi tersangka terhadap ER, NB, dan ARY," tutup Thamrin Marpaung, S.H. (Tim)
Editor : Js