Foto : Respati Hadinata (Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Batam sekaligus Koordinator Wilayah Sumatera FKMPI). (dok/ist) |
Batam, JejakSiber.com - Pilkada serentak 2024 telah usai, namun bayang-bayang rendahnya partisipasi pemilih kembali menjadi catatan suram demokrasi Indonesia.
Tingkat kehadiran yang jauh di bawah ekspektasi menunjukkan bukan hanya apatisme masyarakat, tetapi juga kegagalan sistemik yang selama ini dibiarkan berakar.
Ini adalah tanda bahwa demokrasi kita sedang dalam kondisi darurat. Kegagalan sistem, bukan hanya masalah masyarakat, mengaitkan rendahnya partisipasi dengan apatisme semata adalah simplifikasi berbahaya.
Kenyataannya, masyarakat tidak hadir di TPS karena mereka merasa proses Pilkada tidak lagi relevan dengan kebutuhan mereka. Politik kerap hanya menjadi alat elit, bukan ruang partisipasi rakyat.
Pemimpin yang terpilih dengan tingkat partisipasi rendah juga menghadapi tantangan legitimasi serius.
Bagaimana bisa seorang kepala daerah menjalankan mandat jika lebih dari separuh warganya bahkan tidak percaya pada proses pemilihannya? Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi ancaman langsung terhadap kepercayaan publik pada demokrasi itu sendiri.
Penulis merangkum Dampak Pasca-Pilkada: Krisis Kepemimpinan dan Ketimpangan Kebijakan
1. Krisis Legitimasi
Kepala daerah yang terpilih dengan mandat rendah akan menghadapi resistensi dalam menjalankan kebijakan. Hal ini berisiko menciptakan stagnasi pembangunan di tingkat lokal, karena masyarakat merasa tidak terwakili dalam proses politik.
2. Ketimpangan dan Eksklusi Sosial
Rendahnya partisipasi biasanya terjadi di kelompok-kelompok masyarakat marginal—daerah terpencil, kaum miskin, dan generasi muda. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan cenderung bias terhadap kelompok dominan yang lebih aktif dalam pemilu.
3. Ancaman Keberlanjutan Demokrasi Lokal
Jika tren ini terus berlanjut, masyarakat akan semakin menjauh dari proses demokrasi. Demokrasi lokal yang lemah hanya akan menjadi pintu masuk bagi oligarki untuk memperkuat cengkeramannya.
Selain itu, dari permasalahan diatas yang menulis telah tuturkan, penulis juga merangkum solusi dari Apa yang Harus Dilakukan oleh pihak terkait yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasca-Pilkada yang minim partisipasi, refleksi mendalam harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan:
1. Evaluasi Menyeluruh Sistem Pemilu
Pemerintah, KPU, dan pemangku kebijakan harus mengakui bahwa sistem pemilu kita gagal menciptakan inklusivitas.
Perlu ada reformasi besar-besaran, termasuk memperbaiki mekanisme pencalonan dan sosialisasi yang selama ini kurang efektif.
2. Bangun Kepercayaan Publik Transparansi harus menjadi prioritas
Kandidat dan partai politik harus menunjukkan komitmen nyata terhadap kepentingan rakyat, bukan sekadar retorika kampanye.
3. Teknologi sebagai Solusi
Pemanfaatan teknologi seperti e-voting harus segera diimplementasikan untuk menjangkau masyarakat yang selama ini terpinggirkan.
Ini bukan hanya soal kemudahan, tetapi juga tentang menjawab tantangan logistik dan aksesibilitas.
4. Advokasi Massa
Gerakan dari akar rumput masyarakat sipil, termasuk organisasi mahasiswa, harus menjadi penggerak perubahan, tidak cukup hanya menyuarakan kritik, kita harus aktif mengedukasi masyarakat dan memastikan hak politik mereka benar-benar digunakan untuk perubahan.
Kesimpulan dari apa yang telah dijelaskan diatas adalah, penulis menilai bahwasanya kita tidak bisa secara mutlak Menyalahkan Masyarakat.
Rendahnya partisipasi dalam Pilkada bukan sepenuhnya kesalahan rakyat. Ini adalah kegagalan kolektif—kegagalan sistem untuk memberikan kepercayaan, kegagalan kandidat untuk memberikan harapan, dan kegagalan kita semua untuk menjaga demokrasi tetap hidup.
Jika kita terus mengabaikan masalah ini, masa depan demokrasi indonesia akan semakin suram. Kini saatnya bagi kita semua untuk mengakui kegagalan ini dan bekerja lebih keras menciptakan sistem politik yang benar-benar melibatkan rakyat, bukan sekadar menjadi panggung bagi elit.
Oleh : Respati Hadinata (Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Batam sekaligus Koordinator Wilayah Sumatera FKMPI)