Foto : Ilustrasi emas batangan. (dok/ist) |
Jakarta, JejakSiber.com - Harga emas kembali mengalami penguatan setelah sebelumnya sempat terkoreksi sebesar 3,0% pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat.
Kemenangan Trump membawa sejumlah dampak besar terhadap pasar global, dengan kenaikan dolar AS, peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah, dan peralihan modal ke aset berisiko yang memberikan tekanan bagi logam mulia.
Meskipun demikian, pada perdagangan hari ini, Jumat (8/11/24), tanda-tanda bullish kembali muncul, dengan harga emas (XAUUSD) diperkirakan mampu melanjutkan kenaikan.
Menurut analis dari Dupoin Indonesia, Andy Nugraha, harga emas berpotensi mencapai target tertinggi di kisaran $2.727 per ons troi.
Analisis ini didasarkan pada sinyal yang terbentuk dari indikator Moving Average yang menunjukkan tren bullish, mengindikasikan bahwa momentum pembelian masih cukup kuat untuk mendorong kenaikan emas lebih lanjut.
Namun, Andy Nugraha juga memperingatkan kemungkinan adanya reversal apabila harga gagal mempertahankan momentum bullish ini, dengan target penurunan terdekat di level $.2691.
Penguatan emas hari ini juga tidak terlepas dari faktor dolar AS yang sempat kehilangan tenaga akibat adanya ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan Desember.
The Fed yang baru-baru ini memberikan sinyal terbuka terhadap kemungkinan penurunan suku bunga memberikan dampak positif bagi logam mulia, yang sebelumnya tertekan akibat penguatan dolar.
Kebijakan The Fed ini dipandang sebagai langkah antisipatif untuk mendukung perekonomian, terutama di tengah ketidakpastian kebijakan yang mungkin diterapkan oleh pemerintahan Trump.
Andy Nugraha menambahkan bahwa jika Powell, Ketua Federal Reserve, kembali membuka peluang pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Desember, dampaknya bisa mengurangi permintaan dolar, sehingga memberikan ruang bagi emas untuk terus menguat.
Menurut Nugraha, komentar Powell dalam konferensi pers mendatang akan sangat diperhatikan oleh para pelaku pasar, terutama mengenai sikap The Fed dalam menghadapi kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh pemerintahan Trump.
Pasca pemilu, pasar keuangan Amerika Serikat mengalami perubahan signifikan. Kemenangan Trump dan mayoritas Partai Republik di Senat membuka peluang besar bagi pemerintahan baru untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang direncanakan.
Para pelaku pasar melihat ini sebagai "sapu bersih Partai Republik" yang memungkinkan Trump untuk lebih leluasa dalam mengimplementasikan kebijakan pro-inflasi, seperti stimulus fiskal dan pemotongan pajak.
Hal ini tentunya akan berdampak pada ekspektasi inflasi yang lebih tinggi, dan pada gilirannya dapat mendukung kenaikan harga emas.
Seiring dengan ini, imbal hasil obligasi pemerintah AS melonjak setelah Trump dinyatakan menang, yang memperkuat nilai dolar AS sementara waktu.
Meski begitu, kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung meningkatkan inflasi dapat mengubah arah pasar jika Federal Reserve merespons dengan pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut.
Andy Nugraha juga menekankan bahwa pasar masih dalam kondisi sensitif terhadap komentar dari pejabat Federal Reserve mengenai kebijakan suku bunga.
Jika Powell menyuarakan kekhawatiran terkait dampak tarif perdagangan atau menegaskan pendekatan yang bergantung pada data dalam pengambilan kebijakan, hal ini bisa memberikan lebih banyak dukungan bagi harga emas.
Sebaliknya, jika dolar AS kembali menguat karena ekspektasi inflasi atau dampak kebijakan Trump, maka emas bisa menghadapi tekanan turun kembali. (*)
Editor : Js