Foto : Joharman Silaen. (dok/ist) |
Sorong, JejakSiber.com - Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan membutuhkan peran serta dari semua pihak guna suksesnya program yang akan dilaksanakan. Salah satunya adalah pihak Gereja yang dalam misinya melaksanakan tugas perdamaian melalui pembinaan kepada jemaat Gereja menuju masyarakat yang taat, tertib dan takut akan Tuhan.
Tiga lembaga ini yaitu Gereja, Pemerintah dan lembaga kepolisian ibarat mata rantai yang tidak terlepas melakoni fungsinya masing-masing.
Pemerintah daerah harus menjadikan dua lembaga ini yaitu Gereja dan kepolisian sebagai partner.
Kepolisian selaku pelindung dan pengayom masyarakat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam hal penegakan hukum, didalam menjalankan misinya masing-masing tidak hanya cukup disitu saja, melainkan pemerintah daerah selaku moderator pembangunan merangkul tiga lembaga ini untuk dijadikan sebagai partner.
Tiga lembaga inilah dipandang penting untuk sukses tidaknya suatu pembangunan pada satu daerah.
Perlu kita ketahui bahwa jalannya pembangunan di satu daerah dan tidak amannya di satu daerah tidak hanya di pantau oleh stackholder lainnya melainkan pengontrolan pembangunan dan keamanan juga di ikuti orang asing yang bukan negara Indonesia yang hendak menanamkan saham di Indonesia, dengan mengamati situasi yang ada.
Tidak hanya soal keamanan, kebersihan dan ketertiban berlalululintas pun selalu diperhatikan oleh orang asing.
Hal yang tidak bisa ditanggalkan warga Indonesia timur adalah mengkonsumsi minuman keras (miras) yang pembeliannya terjangkau oleh masyarakat berekonomi lemah dinamai minuman lokal CT atau Cap Tikus.
Inilah pemicu untuk para pelaku keonaran di wilayah hukum Polres Sorong, apabila ada kasus lain seperti tabrakan, pencurian, pemerkosaan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Yang menjadi pertanyaan, apakah miras tidak bisa diberantas oleh aparat kepolisian selaku penegakan hukum?
Sudah seharusnya tiga lembaga ini harus membangun sinergitas.
Penulis : Joharman Silaen, S.Sos.