Foto : Adi Supriadi. (dok/ist) |
Jakarta, JejakSiber.com - Adi Supriadi atau yang akrab disapa Coach Addie, News/Socmed Influencer dan juga Pengamat Masalah Sosial Politik dan Keagamaan di Indonesia menyatakan bahwa dirinya telah mengingatkan bangsa Indonesia ini sejak 2010 terkait Karakter Jokowi dilihat dari Gesture dan Gaya Kepemimpinannya di Solo, lalu dibawa ke Pemilu DKI Jakarta tahun 2012 hingga akhirnya Pilpres 2014.
'Saya sudah sering menulis tentang Jokowi dan setiap hari Saya diserang Buzzer serta hilangnya Akun Pertama FB Saya ditahun 2012, Nomor HP Saya yang pertama pun tidak bisa lagi digunakan, bahkan ada yang mau menjebak Saya dengan menjadi Pengantin Bom Bunuh Diri," ujar Adi Supriadi kepada Media, Senin (19/8/24).
Sepuluh tahun lebih Adi Supriadi menulis dan semua tulisannya bisa dicari di google, di tahun 2014 beberapa bulan setelah Jokowi dilantik, Adi melihat banyaknya upaya dari Pemerintah menangkap pelaku kebebasan berbicara di Republik.
Beberapa bulan lalu sebuah pertanda buruk untuk kemajuan demokrasi, dimana Presiden bisa tersinggung karena dikritik rakyatnya, ditangkap paksanya MA dan Trio Macan merupakan salah satu contohnya sebagai bentuk upaya "Shock Therapy" untuk Para Pengkritik Pemerintah pada waktu itu, dan itu terus berlanjut dengan alasan UU ITE dan Penghinaan terhadap Presiden hingga tuduhan makar bagi aktivis.
"Hal ini tidak terjadi dimasa Pemerintahan SBY dan baru terjadi di rezim Jokowi," kata Adi Supriadi.
Jika dilihat MA atau Trio Macan pada tahun 2014 itu ditangkap sebenarnya bukan sasaran utamanya melainkan siapapun pelaku kritik, maka Anda akan diberikan pasal berlapis seperti "Menghina Lambang Negara, Menghina Presiden, Mencemarkan Nama Baik", dan pasal-pasal lainnya yang bisa dikenakan sesuka Polisi berdasarkan pesanan yang mengadukan, dan mereka menjadikan Relawan dan Buzzer sebagai Rakyat yang membuat laporan dan pengaduan kepada Ke Kepolisian.
"Jadi, seolah-olah ada pembuatan opini 'Waspada bagi Anda para pengkritik' jika tidak ingin ditangkap seperti Trio Macan dan Muhammad Arsyad," tulis Adi di Kompasiana Desember 2014 lalu.
Relawan dan Penjilat yang sudah mendapat jatah "Kue Kekuasan" pebuat laporan lalu beberapa aktivis ditangkap sedang memberikan pesan sejak 2014 lalu bahwa, Daripada Anda ketangkap sebaiknya Anda diam saja, biarkan saja Negara ini diatur sesuka hati Presiden dan kronco-kronconya. Bahkan ada spanduk dengan terang benderang menuliskan "JANGAN GANGGU JOKOWI" ini peringatan bagi siapapun yang mengkritisi Penugasa.
Dampak buruknya bukan hanya itu, tetapi sikap "ANTI KRITIK" membahayakan demokrasi itu sendiri.
Sebagaimana diberitakan Tribunnews dimana seorang siswa bernama RESKA berusia 17 tahun dikeluarkan dari sekolahnya dan terpaksa putus sekolah pada tahun 2014 karena hanya mengkritik guru yang tidak disiplin dan selalu datang terlambat ke sekolah, dan kebetulan Reska mengkritik via Facebook.
Sikap anti kritik Jokowi telah menular hingga ke sekolah-sekolah, kampus-kampus dan ini yang membuat Mahasiswa sejak 2014 sampai 2024 melempem.
Foto : Sreenshot artikel tulisan Adi Supriadi di Kompasiana 2014 lalu. (dok/ist/ss) |
Pada tahun 2014 lalu, kurang lebih 10 tahun sudah kejadian yang sama di berbagai daerah sejak tertangkapnya Trio Macan dan Muhammad Arsyad akibat melakukan kritik terus terjadi hingga saat ini, tentunya menggunakan tangan kacung-kacung yang menjadi Relawan dan Buzzer sebagai Pelapor.
"Pengkritik pemerintah akan disebut 'Mempermalukan negara, menghina Presiden'. Sedangkan pengkritik sekolah dianggap sebagai 'Mempermalukan sekolah dan mencemarkan nama baik sekolah' sebuah pertanda demokrasi di Indonesia telah kiamat sejak pelantikan Jokowi sebagai Presiden," kata Adi Supriadi mengulang kalimatnya di Desember 2014 yang lalu.
Dan apa yang ditulis dan dikatakan sejak 2014 tersebut, kini mencuat kembali setelah 10 tahun Jokowi menggunakan kekuasaanya untuk mengangkat keluarga besarnya menjadi Pejabat di Istana Negara dan diberbagai Daerah. (As/Red)
Editor : Js