Batam, JejakSiber.com - Dekan Fakultas Hukum Unrika, Dr. Tri Artanto, S.H., M.H. memaparkan berbagai manfaat dan keuntungan bagi para mediator bersertifikasi dan telah disumpah profesi oleh lembaga bersertifikasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
"Jadi kalau mediator, dia kan bergelar CPM, kalau mediator yang sudah dilantik oleh lembaga bersertifikasi Mahkamah Agung, dalam hal ini seperti Dewan Sengketa Indonesia (DSI), ketika sudah dinyatakan lulus dan disumpah, orang yang bersertifikasi mediator itu bisa membuka kantor sendiri, baik di rumah ataupun di kantornya. Kalau misalnya dia tidak disumpah, berarti dia tidak bisa memasang plank," jelas Dr. Tri Artanto.
Hal itu disampaikan saat berbincang-bincang dengan awak media ini di ruang kerjanya sebagai Dekan Fakultas Hukum Unrika, Selasa (30/5/23) malam.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Dewan Sengketa Indonesia (DSI) menggelar acara penandatanganan pakta integritas, pengambilan sumpah/janji dan pelantikan profesi mediator bersertifikasi yang diinisiasi oleh Fakultas Hukum Unrika di Aula Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Senin (29/5/23).
Dr. Tri Artanto yang juga selaku Ketua Dewan Sengketa Indonesia (DSI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu menuturkan bahwa sebelumnya pihaknya baru saja mengadakan pendidikan mediator dengan total 117 orang yang disumpah di Aula Unrika.
"Memang kita tidak hanya fokus kepada mediator, tapi nanti kita fokuskan untuk yang DSI Provinsi Kepri akan koordinasi dengan DSI Pusat untuk pendidikan arbitrase dan likuidator, dan itu juga merupakan suatu konsep dari MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka)," kata Ketua DSI Kepri itu.
Tri Artanto juga menjelaskan bahwa Fakultas Hukum Unrika sendiri telah menjalin kerja sama MoA (Memorandum of Agreement) dengan Dewan Sengketa Indonesia atau IPPI (Institut Pengadaan Publik Indonesia atau Indonesian Public Procurement Institute).
"Ketika ada kerjasama, maka kita bisa menyelenggarakan pendidikan seperti ini, mediator dan yang lainnya. Konsep ini adalah konsep dari Kementerian Pendidikan yang dinamakan MBKM, ketika ini kita laksanakan, fungsinya adalah untuk memberikan peluang kepada mahasiswa, kepada alumni Fakultas Hukum Unrika, agar siap terjun di dunia kerja," pungkasnya.
Dekan Fakultas Hukum Unrika itu menilai bahwa pendidikan seperti ini sangat diperlukan bagi mahasiswa, karena menurutnya, ketika mahasiswa selesai kuliah, mereka (mahasiswa_red) bisa membuka peluang kerja, dan juga memudahkan mereka untuk mencari kerja. Dan ini salah satu konsep yang menjadi merupakan ijazah plus atau ijazah tambahan.
"Dalam arti ijazah plus ini konsepnya surat keterangan pendamping ijazah, ini diperlukan, sehingga nanti akan menambah nilai tambah untuk mahasiswa atau alumni," ujar almuni Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Islam Sultan Agung itu.
Karena, menurut Tri Artanto, ketika di dunia kerja, biasanya itu, apalagi kalau misalnya di luar negeri, selain ijazah itu, yang dilihat adalah sertifikat pendukungnya, dalam arti sertifikat keahlian, makanya ini sangat dibutuhkan di dunia kerja
"Peluang inilah yang saya baca sebagai Dekan Fakultas Hukum Unrika, bahwa kedepannya seperti ini, dan ketika ada perselisihan, kedepannya orang-orang itu tidak cenderung ke pengadilan lagi, seperti negara-negara maju, penyelesaian sengketa itu di luar pengadilan, jadi non litigasi," ujarnya.
Dr. Tri Artanto juga memaparkan bahwa Dewan Sengketa Indonesia sudah melakukan kerjasama yang cukup banyak, dengan arbitrase Singapura, Hongkong, China, Arab Saudi. Jadi, memang sudah dikembangkan, sehingga nanti alumni-alumni dari Dewan Sengketa Indonesia, terutama mediator ini bisa cepat menangkap peluang kerja.
Dengan adanya para mediator dari kalangan Dosen dan juga mahasiswa yang ada di Unrika, kata Tri Artanto, tentu harapanya ketika ada perselisihan-perselisihan yang ada di lingkungan kampus dapat diselesaikan di internal kampus itu sendiri.
"Yang saya harapkan pastinya Unrika ini bisa tambah berkembang, kemudian ada kebanggaan tersendiri dari para mahasiswa maupun dari para alumni. Jadi para mediator yang disumpah kemaren itu banyak juga dari kalangan mahasiswa Unrika, alumni Unrika, ada juga dari kampus lain yang ikut bergabung," tutup Dr. Tri Artanto.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang Lawas Utara (Paluta), Dr. Hartam Ediyanto, S.H., M.Hum., CPM. yang juga ikut dilantik sebagai mediator di Unrika mengatakan bahwa kegiatan pelantikan mediator itu merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mempersiapkan pelaksanaan KUHP baru secara nasional, "Bahwa ada upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan, jadi ini sudah diakui," kata Hartam Ediyanto.
"Selain itu juga, dengan diakuinya hukum yang hidup di masyarakat, tentunya upaya-upaya mediasi terkait dengan hukum pidana yang hidup di masyarakat atau hukum pidana adat juga tentu membutuhkan upaya mediasi, sehingga perlu adanya pelatihan-pelatihan seperti mediator ini," ujar Hartam Ediyanto saat diwawancarai awak media ini, Senin (29/5/23) kemaren.
Ditempat yang sama, usai melantik para mediator di Unrika, Sabela Gayo yang merupakan Presiden Dewan Sengketa Indonesia (DSI) dan juga selaku Dosen tetap program Magister Hukum di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu sangat mengapresiasi antusiasme para peserta yang mengikuti acara pelantikan para alumni mediator, ajudikator, konsiliator, arbiter, dan praktisi Dewan Sengketa Indonesia yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.
"Ini adalah merupakan suatu bentuk keinginan yang kuat dari teman-teman alumni untuk menjadi mediator, ajudikator, konsiliator, arbiter, dan praktisi Dewan Sengketa yang profesional dan kompeten," kata Sabela Gayo kepada awak media ini. (Js)
Editor : Red