Menindaklanjuti hal itu, Dedy Wahyudi Hasibuan selaku Ketua Pengurus Cabang PMII Kota Batam menjelaskan bahwa kegiatan aksi damai unjuk rasa terkait kasus KSP Karya Bhakti itu sebelumnya telah diberitahukan secara tertulis kepada pihak Satuan Intelkam Polresta Barelang pada Kamis (16/3/23).
Menurut Dedy, hal itu dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum, "Namun PMII Kota Batam tidak menerima balasan surat tanda terima yang dikeluarkan oleh Sat Intelkam Polresta Barelang," kata Dedy melalui press release yang disampaikan kepada media ini, Rabu (22/3/23) pukul 15.00 WIB.
Dedy menjelaskan bahwa pada hari Jum’at (17/3/23) pukul 15.00 WIB, pihak PMII Kota Batam bersama perwakilan dari korban memang benar telah terjadi pertemuan diskusi untuk menjelaskan perkembangan kasus KSP Karya Bhakti, "Namun pada hasil diskusi tersebut belum menemukan titik terang dan tidak ada penyampaian dari pihak Sat Reskrim Polresta Barelang yang hadir pada saat diskusi tersebut menyampaikan agar kami tidak melakukan aksi unjuk rasa pada hari Senin 20 Maret 2023," pungkasnya.
Kemudian, pada hari Sabtu (18/3/23), kata Dedy bahwa PMII Kota Batam telah menyurati Kapolresta Barelang dalam rangka menyampaikan kesimpulan dari hasil pertemuan pada Jum’at 17 Maret 2023, namun pihaknya tidak mendapatkan balasan surat maupun konfirmasi kembali. "Atas dasar itu meyakinkan kami agar tetap melaksanakan aksi unjuk rasa pada Senin, 20 Maret 2023," ucap Ketua PC PMII Kota Batam itu.
Sehubungan dengan telah terjadinya pembubaran paksa massa aksi unjuk rasa dari PMII Kota Batam bersama masyarakat Belakang Padang yang menjadi korban atas kasus KSP Karya Bhakti dengan tujuan untuk menuntut keadilan penegakkan hukum yang berimbang, Dedy memberikan penjelasan.
"Pada Senin, 20 Maret 2023 sekitar pukul 10.00 WIB, massa aksi diarahkan di tepi jalan Mapolresta Barelang oleh oknum pihak kemanan Polresta Barelang yang dipimpin langsung oleh Kasat Intelkam Polresta Barelang, atas nama Kompol Yudiarta Rustam bersama oknum pihak keamanan Polresta Barelang lainnya dengan tidak memperbolehkan massa aksi untuk melakukan aksi unjuk rasa di Mapolresta Barelang," jelas Dedy.
Lebih lanjut kata Dedy, pada saat itu sempat ada negosiasi dari massa aksi meminta agar menyampaikan pendapat di muka umum tersebut untuk dapat difasilitasi dan dilaksanakan di parkiran luar Mapolresta Barelang, namun tidak di perbolehkan dan difasilitasi dengan dalil bahwa massa aksi tidak mengantongi izin dan mengganggu ketertiban.
"Menurut sepemahaman massa aksi, berdasarkan Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, bahwa di seluruh Pasal tersebut tidak ada diksi maupun perintah bahwa peserta aksi harus mendapatkan izin dari pihak berwenang, hanya cukup melakukan pemberitahuan dan koordinasi untuk dapat difasilitasi dan dilakukan penyelenggaraan pengamanan oleh Polri setempat," tegas Dedy.
Bahkan, kata Dedy, pada pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum mempertegas "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan undang-undang ini dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun"
Berdasarkan kejadian yang dialami peserta aksi, menurut massa aksi telah terjadi penghianatan terhadap undang-undang yang telah mengatur dengan cara pembubaran paksa massa aksi dengan tindakan represif, kekerasan, intimidasi, diskriminasi, kriminalisasi dan tuduhan yang tidak berdasar.
"Pembubaran paksa massa aksi yang tidak bertanggungjawab, yang dipimpin langsung oleh Kasat Intelkam Polresta Barelang dilakukan secara represif dengan tindakan kekerasan dan pemukulan terhadap massa aksi yang menimbulkan puluhan orang luka-luka dan tidak mengedepankan hati nurani, keselamatan massa aksi, serta tidak mempertimbangkan hak asasi manusia sebagaimana telah dilindungi oleh UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," tegas Ketua PMII Kota Batam itu melalui keterangan persnya.
Dedy menyebutkan, hal itu berimplikasi mencoreng institusi Polri yang tugasnya mengayomi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat, khususnya pada saat aksi unjuk rasa dilakukan.
"Video atau bukti tindak kekerasan terhadap massa aksi tersebut sudah tersebar luas di media mainstream. Atas kejadian tersebut, kami menilai telah terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power), pembangkangan terhadap konstitusi, dan pelanggaran hak asasi manusia saat unjuk rasa berlangsung, serta terdapat ada upaya kriminalisasi terhadap massa aksi," ujar Dedy mengakhiri keterangan persnya itu.
Sementara itu, sebelumnya Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto melalui Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono didampingi oleh Kasi Humas Polresta Barelang, AKP Tigor Sidabariba membenarkan bahwa pihaknya membubarkan secara paksa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam PMII Kota Batam bersama masyarakat Belakang Padang itu.
Kompol Budi Hartono menyebutkan bahwa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa PMII itu sebenarnya tidak perlu dilaksanakan lagi, karena sudah dilakukan audiensi, karena, menurut Kasat Reskrim Polresta Barelang itu, aksi unjuk rasa mahasiswa PMII tersebut dapat mengganggu ketertiban umum atau arus lalu lintas dan Polresta Barelang juga adalah tempat pelayanan publik.
"Kita sudah menyarankan bahwa proses ini kita tangani secara professional, tidak perlu dengan aksi unjuk rasa namun adik-adik mahasiswa tetap bersikeras melakukan unjuk rasa sehingga anggota Polresta Barelang membubarkan dengan paksa," kata Kompol Budi Hartono melalui keterangan persnya, Senin (20/3/23).
Kasat Reskrim Polresta Barelang juga menuturkan bahwa sebelumnya, pihaknya sempat mengamankan 3 orang dari kelompok mahasiswa PMII Kota Batam yang saat itu melakukan aksi untuk dimintai keterangan.
"Sehingga kita mengamankan 3 orang adik-adik mahasiswa untuk dimintai keterangan, apakah aksi unjuk rasa ini ada yang memprovokasi sehingga membuat Kota Batam tidak Kondusif ataupun ada ditunggangi unsur politiknya?, kita sedang dalami juga," ujar Budi Hartono sembari bertanya. (Rls/Jamal)
Editor : Js