Foto : Barang bukti diduga illegal logging di lokasi somel. (dok/Mn) |
Kuansing, JejakSiber.com - Mendengar informasi dari beberapa Masyarakat setempat bahwa beberapa somel yang diduga kuat Illegal logging masih beroperasi di Desa Kasang, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuansing.
Hal itu dibuktikan berdasarkan hasil investigasi dari 2 (dua) orang tim Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Kabupaten Kuansing yang mencoba menelusuri lokasi yang diduga masih beraktifitas, Sabtu (19/2/22) sekitar pukul 15.00 WIB.
Awalnya, kedua tim tersebut, yakni awak media mediatrias.com dan awak media JejakSiber.com mengambil beberapa gambar somel untuk dokumentasi.
Namun, saat mengambil dokumentasi, pekerja somel tersebut tidak terima akan kedatangan Wartawan dan Wartawati itu, bahkan para pekerja dan rombongan sempat hendak mengeroyok Wartawan dan Wartawati itu.
"Saya harap abang-abang dan bapak jangan arogan dulu, saya Wartawan, tetapi mereka tidak perduli dengan omongan saya, lalu mereka tetap bersikap arogan dan langsung mengambil kunci sepeda motor saya," ujar Rahmad awak mediatrias.com.
Kemudian awak media ini mencoba memberikan penjelasan atas kehadirannya di somel tersebut.
Awak media ini mencoba melontarkan omongan agar jangan langsung ngegas dan agar jangan main hakim sendiri.
Kehadiran kedua awak media itu berdasarkan informasi dari warga setempat bahwa somel yang diduga illegal itu masih beroperasi.
Namun, tidak terima dengan percakapan itu, kemudian handphone awal media ini dirampas oleh para pekerja.
Selanjutnya, awak media ini bersama awal mediatrias.com mencoba koordinasi agar bisa keluar dengan selamat dari lokasi tersebut, dan para pekerja menghapus beberapa foto dokumentasi yang sebelumnya diabadikan dari handphone yang sebelumnya di tahan mereka.
Usai menghapus beberapa dokumentasi, kemudian para pekerja somel itu memberikan handphone dan juga kunci sepeda motor milik awak media itu yang ditahan sebelumnya.
Tidak terima anggotanya diperlakukan seperti itu, Wawan Syahputra selaku Ketua DPD SPI Kabupaten Kuansing angkat bicara.
"Saat hendak mau meliput somel yang diduga illegal masih beroperasi di Kecamatan Kuantan Mudik tepatnya di Desa Kasang, kedua tim kita juga dimaki, bahkan nyaris dikeroyok oleh beberapa pekerja somel tersebut, namun tim kita masih bisa meredam hingga dapat keluar dari lokasi itu," kata Wawan Syahputra.
Menurut Wawan, para pekerja begitu juga toke somel itu jelas telah menghalang-halangi tugas dan fungsi Pers itu sendiri.
"Sesuai dengan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 pada Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)," tutur Ketua DPD SPI Kuansing itu.
Setelah tim SPI berhasil keluar dari dekapan para pekerja somel diduga illegal itu, kemudian salah satu toke somel inisial "AR" menghubungi Ketua DPD SPI Kuansing dengan nomor 081275***** sekitar pukul 17.03 WIB dengan membenarkan bahwa lokasi kerjanya dikunjungi oleh Wartawan namun dia tidak tau siapa.
Saat ditanya oleh Wawan, siapa yang ngegas Wartawannya dan di lokasi siapa?, AR menjawab itu di lokasi PR, sembari membenarkan lewat percakapan telepon tersebut itu di lokasi PR.
"Ya, saya tidak di lokasi tadi, ada urusan di luar, begitu saya telepon PR, dia membenarkan mengambil kunci sepeda motor dan handphone wartawan, mengenai di maki-maki anggota SPI, saya tidak tau, sebab Wartawan itu datang mengambil beberapa foto, lalu anggota PR pun mengambil handphone android dan menghapus semua data foto terkait lokasi PR," jelas AR.
Sementara itu, menurut Wawan, penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem, "Apalagi di kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) yang berbatasan langsung dengan Hutan Lindung di Desa Kasang, Kecamatan Kuantan Mudik," tegas Ketua DPD SPI Kuansing itu.
Lebih lanjut Ketua DPD SPI Kuansing menjelaskan bahwa penebangan memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar.
"Contoh saja sekarang pada musim hujan tiba, yang sering dilanda banjir, tanah longsor dan humus tanah ikut dibawa oleh arus yang mengakibatkan kesuburan tanah untuk petani itu berkurang, belum lagi sumber mata air yang terus mengalami kekurangan setiap tahunnya," papar Wawan.
Masih kata Wawan, bahwa pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis dilalap illegal logging yang juga membawa dampak musnahnya berbagai fauna dan flora, erosi, konflik di kalangan masyarakat.
"Devaluasi harga kayu, hilangnya mata pencaharian, dan rendahnya pendapatan negara dan daerah dari sektor kehutanan, kecuali pemasukan dari pelelangan atas kayu sitaan dan kayu temuan oleh pihak terkait," pungkasnya.
menurut Wawan, dampak yang paling kompleks dari adanya illegal logging ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam kekalutan dan ketakutan yang mendalam.
"Hutan di Indonesia yang menjadi paru-paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar, maka untuk itu kita harus bersama-sama melihat permasalahan ini," tutup Wawan Syahputra. (Mariana/Tim)
Editor : Js