Foto : Rizky Fauzan Nur, Mahasiswa Universitas Riau Kepulauan. (Dok/Rfn) |
Batam, jejaksiber.com - Kasus terbaru yang menyorot nama politisi sekaligus Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dari farksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) Arteria Dahlan, yang melayangkan protes mengenai adanya Kepala Kejaksaan Tinggi (KEJATI) yang menggunakan Bahasa sunda.
Hal itu disampaikan olehnya kepada Jaksa Agung S. T. Burhanuddin dalam rapat kerja komisi III DPR RI.
"Ada kritik sedikit Pak JA. Ada Kajati Pak, dalam raker itu ngomong pake Bahasa Sunda, ganti pak itu," ujar Arteria dalam rapat kerja tersebut.
Kritikan Arteria itu pun mendapat respon heran dari para peserta rapat kerja tersebut.
Bukan hanya dalam ranah Komisi III DPR RI saja, masalah ini telah menjadi kontroversial di masyarakat umum, apalagi dalam dunia sosial media, netizen beramai-ramai dan bolak balik mengkritik politisi itu, terlebih khusus netizen yang bersuku sunda.
Terkait hal itu, banyak pihak yang meminta Arteria Dahlan untuk meminta maaf kepada masyarakat terutama warga suku Sunda, seperti Gubernur Jawa barat Ridwan Kamil yang sering di sapa sebagai Kang Emil, ia menyarankan Arteria Dahlan untuk meminta maaf.
"Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi," kata Emil, Selasa (18/1/2022) malam di kutip dari laman kompas.com.
Menanggapi hal itu, dari pihak PDIP sendiri sudah melayangkan sanksi kepada kadernya tersebut.
"Surat sanksi peringatan ditandatangani Pak Sekjen dan saya sebagai Ketua DPP Bidang Kehormatan," kata Ketua DPP PDIP, Komaruddin Watubun dalam keterangannya.
Sanksi tersebut diberikan usai Arteria dimintai klarifikasi atas kasus itu di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.
Mengenai hal ini, timbul pertanyaan ;
Apakah boleh menggunakan Bahasa asing dalam urusan formal?
Apakah semua kegiatan formal wajib menggunakan Bahasa Indonesia?
Disini kami berpendapat bahwasanya boleh-boleh saja jika hal tersebut bisa di mengerti dan disepakati dalam forum tersebut, sebab tidak semua orang terkhusus bagi masyarakat Indonesia mengerti dan paham penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan diksi-diksi yang ada di KBBI.
Namun jika merujuk kepada UU No.24 tahun 2009 , teradapat aturan penggunaan Bahasa Indonesia sesuai dengan ranah penggunaanya di antaranya :
1. Peraturan perundang-undangan;
2. Dokumen resmi negara;
3. Pidato resmi presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri;
4. Pengantar dalam pendidikan nasional;
5. Pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan;
6. Nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara;
7. Forum nasional atau internasional di Indonesia;
8. Komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta;
9. Laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada pemerintah;
10. Penulisan karya ilmiah dan publikasi ilmiah di Indonesia;
11. Nama geografi di Indonesia, nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia;
12. Informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia;
13. Rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum; dan
14. Informasi melalui media massa (UU 14/2009 Pasal 26-39).
Sebagai ranah wajib penggunaan Bahasa Indonesia, Bahasa lain tidak boleh dipakai di ranah tersebut, namun Bahasa asing dapat digunakan hanya sebagai pelengkap Bahasa Indonesia (dengan tetap menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa utamanya) dan tetap memperhatikan tiga hal berikut;
* Nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris (pasal 31 ayat 2).
** Informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan (pasal 37 ayat 2).
*** Rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing (pasal 38 ayat 2).
Penulis : Rizky Fauzan Nur (Mahasiswa Universitas Riau Kepulauan)
Editor : Red
Tulisan di atas adalah tulisan dari penulis yang dikirimkan ke Redaksi Media Online jejaksiber.com