Foto : Sebagian pekerja PT. Delimax Konstruksi Indonesia yang belum menerima upah. (dok) |
Batam, jejaksiber.com - Sejumlah kurang lebih 150 karyawan PT. Delimax Konstruksi Indonesia yang lokasi kerjanya di PT. Pax Ocean (GTI) Tanjung Uncang selaku Perusahaan Induk sedang terombang-ambing terkait upah yang belum diterima selama dua bulan berjalan.
Hal itu disampaikan oleh Simamora kepada media ini, salah satu perwakilan dari buruh yang didampingi Doloksaribu, Hutapea, Sihombing dan Sitorus saat ditemui di salah satu kedai kopi seputaran Batu Aji, Kota Batam, Sabtu (23/10/21).
"Kami mengerjakan proyek kapal ofshor RIG G 8050 sejak bulan Agustus 2020 dengan status borongan, tapi upah untuk bulan September dan Oktober belum di bayar oleh Direktur Utama PT. Delimax Konstruksi Indonesia dengan total estimasi lebih kurang 1,2 Miliar," kata Simamora.
Simamora selaku Supervisor dalam pengerjaan proyek tersebut mengatakan bahwa inisial IH alias H selaku Direktur Utama PT. Delimax Konstruksi Indonesia itu diduga kabur melarikan upah para buruh.
"Karena IH alias H selaku Direktur Utama PT. Delimax Konstruksi Indonesia sudah tidak dapat dihubungi oleh accounting dan tim keeper PT. Pax Ocean sejak hari Kamis tanggal 21 Oktober 2021 kemarin pukul 10.00 WIB," ujar Simamora.
Doloksaribu juga mengatakan, sebelumnya IH menjanjikan akan membayarkan upah dengan meminta accounting dan tim keeper datang ke office untuk menghitung gaji karyawan yang akan di bayar secara tunai (kes).
"Sekira pukul 13.00 WIB di telepon kembali, ternyata nomor hp IH sudah tidak aktif lagi," ucap Doloksaribu.
Setelah dihubungi beberapa kali lewat telepon seluler dan tidak aktif, kemudian accounting bersama tim keeper dan PIC (Project-in-Charge) mendatangi rumah IH yang berada di Villa Panbil.
"Mereka pergi mendatangi rumah IH pada hari Kamis (21/10/21) sore, dan ternyata ditemukan rumah sudah terlihat kosong dan terkunci dari luar," pungkas Doloksaribu.
Sementara, sebelumnya diketahui bahwa IH bersama anak istri dan orang tuanya tinggal di rumah tersebut.
Foto : Para pekerja PT. Delimax Konstruksi Indonesia saat mendatangi pihak PT. Pax Ocean. (dok) |
Kemudian, setelah tidak dapat berkomunikasi lagi dengan IH, pada hari Jumat pagi para buruh mendatangi pihak Perusahaan Pax Ocean selaku man cont (PT. Induk) untuk mempertanyakan dan meminta solusi terkait masalah tersebut.
"Saat kita menemui pihak PT. Pax Ocean, Suresh bagian komersial menyebutkan bahwa invoice untuk upah pekerja sudah dibayarkan kepada IH sejumlah Rp.600 juta pada hari Selasa tanggal 19 Oktober 2021 kemarin, uang yang dibayarkan tersebut, setelah dilakukan pemotongan untuk biaya material dan suply man power oleh perusahaan," jelas Simamora.
Selanjutnya, para buruh berangkat ke Polsek Batu Aji dengan niat membuat laporan kepolisian terkait kejadian tersebut.
Pihak Polsek mengarahkan para buruh agar melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Kota Batam yang beralamat di Komplek Ruko Taman Niaga Blok H 6-7, Central Sukajadi, Kota Batam.
Selanjutnya, para buruh membuat konsep surat pengaduan dan memberikan kepada pihak Disnaker.
"Sampai di Disnaker, berhubung Kepala Disnaker saat itu tidak berada di lokasi, lalu surat kami berikan kepada staf, dan surat itu diterima oleh bapak Siahaan," pungkas Simamora.
Usai menerima surat tersebut, Pihak Disnaker meminta agar para buruh dapat menunggu proses hingga hari Senin (25/10/21) mendatang.
Berdasarkan kejadian itu, para buruh meminta PT. Pax Ocean untuk mengambil kebijakan terkait permasalahan tersebut, agar para buruh yang sudah mengalami kesulitan perekonomian itu dapat menghidupi keluarga.
"Sembari menunggu arahan dari Disnaker, kami berencana akan melakukan langkah persuasif terhadap pihak Perusahaan Pax Ocean guna mencari solusi terbaik," ujar Simamora.
Menurut pengakuan para buruh yang ditanyai awak media ini, bahwa hasil pekerjaannya telah mencapai berkisar 80% dan diperkirakan akan selesai pada bulan November mendatang.
Para buruh itu menduga bahwa IH kabur melarikan diri dari Kota Batam melalui Bandara Internasional Hang Nadim.
Dari kejadian tersebut, para buruh mengaku sudah dirugikan dari segi materi, waktu dan pikiran. Demi menghidupi keluarga di tengah pandemi Covid-19 ini, sebagian dari buruh itu sudah menjual handphone.
"Bahkan breaker meteran listrik kami di rumah sudah di putus hari ini oleh pihak PLN, karena kami sudah tidak sanggup lagi untuk membayar tagihan listrik yang jatuh tempo tanggal 20 Oktober kemarin," papar Sihombing dengan mimik wajah sedih. (Js)